Baca Juga
Semalam
sungguh aku terlalu lelap dalam tidurku. Padahal biasanya walau tidur jam 12
lewat tak masalah, subuh masih bisa bangun. Mungkin, efek semalam cangkruk
bersama Antoni Prasetyo hingga terlalu lelah
memikirkan banyak hal yang jarang di pikirkan oleh orang lain. Sore hari, sudah
aku persiapkan segala perlengkapan mulai dari karpet, meja dan Aneka permainan
edukasi untuk anak-anak. Semua aku masukkan dalam moda pustaka bergerak
pemberian salah satu perusahaan asal dari India. Berharap bisa bangun seperti
biasa dan tidak kedodoran, karenanya semua aku persipkan lebih awal. Tapi tuhan
membangunkanku sekitar pukul 05.00. Ahhh ini telat gumamku.
Selepas sholat dan ritual rutin, aku
whatsap ibu Winarti Eca aku kabari, bahwa
kita tidak mungkin gelar baca dialun-alun, karena jalan masuk perkiraanku sudah
ditutup. Bu Winarti Eca akhirnya kerumah
bersama Anifa. Di rumah ibu wina mengajak gelar baca ke taman yang berada di
jalan ponti. Sayapun mengiyakan ajakan Winarti Eca, karena dirinya meyakinkan bahwa nanti
disana pasti ada tempat untuk gelar baca.
Suasana masih begitu dingin, dan aku
nyalakan api unggun kecil di bibir merahku, berharap darinya aku bisa menemukan
sedikit kehangatan dan semangat yang membara. Melaju dengan kecepatan sekitar
20-60 km perjam, sekitar 20 menit kemudian aku sampai ditaman yang di inginkan.
Akupun menepi, dan memandangi, ternyata taman yang di inginkan tak ada tempat
untuk menggelar bahan bacaan, karena sudah penuh dengan para pedagang.
Setelah ngobrol bertiga akirnya kita
putuskan untuk gelar bacaan di Gor saja, kan disana banyak orang tukas Winarti Eca. Tapi disanakan kita belum tau juga mau
digelar sebelah mana bu, tutur saya. Dari obrolan itu, akupun mengiyakan dan
akhirnya menuju Gor yang lokasinya tak jauh dari taman tersebut. Betul digor
memang banyak orang. Alhamdulilah, kuda besi yang penuh dengan buku itu aku
parkirkan dan karpet serta bangku aku turunkan. Semua perlengkapan sudah siap
pada posisi yang di inginkan. Dengan manis dan gaya layaknya Spg produk
kecantikan, Winarti Eca dan anifa mengajak
orang untuk membaca, Buk mari baca buku gratis.
Ajakan itu, terus dia sampaikan pada setiap orang yang lalu lalang, tapi tak ada satupun diantaranya yang mau singgah untuk sekadar membaca dilapak baca yang kami gelar. Saya salut atas semangatnya dalam mengajak, walau masih belum menemukan para penikmat dan pecinta bacaan.
Ajakan itu, terus dia sampaikan pada setiap orang yang lalu lalang, tapi tak ada satupun diantaranya yang mau singgah untuk sekadar membaca dilapak baca yang kami gelar. Saya salut atas semangatnya dalam mengajak, walau masih belum menemukan para penikmat dan pecinta bacaan.
Sekitar pukul 08.30, kamipun tak
mendapatkan pembaca. Hanya mendapatkan orang yang sekadar ngobrol serta ingin
tau kegiatan yang kita lakukan saja. Dalam keadaan seperti ini, tanpa pembaca
dan matahari juga sudah mulai naik. Akhirnya kita pindah ke alun-alun sidoarjo.
Kuda besi aku parkir di posisi yang dimana biasa aku parkir, dan dibantu Winarti Eca bersama Anifa untuk
menurunkan semua perlengkapan. Karpet digelar, bangku diturunkan dan aneka
permainan edukasi dikeluarkan. Alhamdulilah, persiapan belum selesei, pembaca
langsung datang menghampiri kita dan melihat serta membaca di karpet yang sudah
tersedia.
Waktu berlalu tanpa terasa, di iringi decak
langkah kuda yang kalah oleh kerasnya klakson mobil yang berebut untuk saling
mendahului dilampu merah, pembaca semakin banyak berdatangan. Aku amati
sekitar, ada pemandangan yang tak biasa ditemui. Pemulung dengan anaknya yang
masih balita, dan satu pasangan muda bersama anak balita pula. Dalam satu frame
mata saya, saya mendapati pelajaran tiada manusia yang dapat memilih dari rahim
mana dia akan dilahirkan. Apakah dari rahim orang kaya, ataukah dari rahim
orang miskin.
Anak kecil itu, dengan dot ditangannya
berupaya untuk meraih buku yang ada di rak, namun tentu saja tangannya tak
sampai. Ibu muda lalu menghampiri anaknya dan mengajaknya untuk bermain aneka
permainan edukatif yang kami sajikan. Sementara suaminya masih sibuk dengan
buku bacaannya. Tidak lebih dari tiga meter, tepat di depan roda tiga pustaka
bergerakku, bocah kecil lain yang seharusnya dalam usia bermain, dia tampak
membantu ibunya mengumpulkan botol bekas air mineral dan memasukkannya kedalam
karung yang mereka bawa.
Kita tidak akan pernah tau, kelak
diantara lelaki itu akan menjadi seperti apa ketika dewasa, karena tuhan
sendiri tidak pernah menunjukkan rencana yang akan terjadi pada kedua bocah itu
ketika mereka dewasa akan menjadi seperti apa. Yang pasti dalam posisi ini,
saya melihat ibu pemulung itu, sedang mengedukasi anaknya. Dengan bahasa dan
cara yang ia mampu. Mengedukasi cara untuk mengumpulkan pundi-pundi uang dan
cara bertahan untuk hidup. Sementara pasangan muda itu, bagi saya juga
mengedukasi anaknya dengan memberikan aneka permainan yang kami sediakan.
Inilah sisi lain kehidupan, ayat-ayat yang tersurat yang hars kita baca dan
kita pahami maknanya, untuk kita ambil hikmah di dalamnya.
Semoga kita bisa menjadi Insan yang
menghadirkan senyuman, cinta dan kemanfatan untuk sesama dan ketahuilah dari
yang demikian itu anda akan menemukan satu kebahagian yang nyata. Semoga Tuhan
tidak pula menjadikan kita insan yang sibuk mencari kebahagiaan dan lupa untuk
memberikan kebahagian. Memberi, tetap lebih utama.
0 Komentar