Baca Juga
Dulu, ketika mendapatkan sms dari penagih hutang yang berbunyi kira-kira kayak gini, masa Angsuran anda sudah jatuh tempo. Silahkan melakukan pembayaran angsuran di kantor terdekat. Sungguh yang demikian itu sangat menakutkan bagi saya, yang berpenghasilan pas-pasan. Takut rumah disitalah, takut motor disitalah. Ahh serem deeh pokoknya.
Apalagi pas sang penagih hutang datang kerumah dan marah-marah dan tak lupa makian serta sumpah serapah juga keluar dari bibirnya yang agak hitam. Jika mengingat saat itu,seakan hidup kami tak bisa tenang. Selalu terbayang dikala malam, dan tak tenang dikala siang. Hidup kami, memang sangat ruwet kala itu, masa ketika lumpur lapindo mengusir kami.
Semua berkas yang bisa dibuat jaminan, kami buat jaminan. Bahkan buku nikah yang konon katanya sangat berharga, juga kami jadikan jaminan pada bank cuilan. Ya, saat itu, pertama kali membangun rumah mungil ini. Isteriku, adalah wanita yang kurang beruntung, acapkali mendapatkan cacian para penagih. Kebetulan aku kerja jualan jamu, mulai matahari belum keluar dan pulang ketika matahari sudah tenggelam. Ketika aku pulang, dia sering mengadu, mas wau wonten bank ... sampen telat tiange ngamuk-ngamuk. Aku diam, sembari menikmati kopi hangat yang selalu dia sajikan sebelum panas dan keringat ini terhapuskan.
Dalam hati sering demo dan menggerutu kepada tuhan, begitu sulit rasanya berumah tangga. Beban berat yang mendera, kita lalui bersama dan tak jarang kita meminta fatwa para bijak untuk keberkahan hidup dan meminta doa para kawan yang kami kenal. Hari, bulan dan tahun berlalu. Surat nikah akhirnya kembali, begitupun dengan Bpkb dan surat tanah. Semenjak itulah, kita sudah trauma untuk urusan pinjam meminjam dengan Bank. Karena pekerjaan saya yang kadang dapat uang dan kadang juga kurang. Dari perjalanan itulah, kita berupaya untuk memenejemen segala kebutuhan agar tidak besar pasak daripada tiang.
Belajar dari masa kesulitan itu, ketika ada saudara ataupun kawan yang kebetulan kesulitan masalah ekonomi dan mereka membutuhkan pinjaman. Kami tidak dapat menolak untuk tidak meminjami, itu bukan karena kami banyak uang, melainkan kami masih bisa menunda untuk pemenuhan kebutuhan dan berharap orang lain bisa lapang terlebih dahulu. Dari pengalaman kesulitan itu, kami mendapatkan pelajaran dan guru yang berharga, untuk mengerti dan memahami sekitar. Apa yang bisa kita lakukan untuk kemanfaatan, kita lakukan saja. Semoga, tidak ada lagi orang-orang disekitar kami yang mengalami apa yang sudah kami alami. Karena kemiskinan itu sungguh mendekatkan pada ke kufuran.
Hati tergerak tangan bergerak.

0 Komentar